Dizaman serba cepat, kayanya hampir gak mungkin kalo ada orang diatas usia 20 tahun yang belum punya rekening bank atau dompet digital. Kehadiran OVO, Dompet DANA, GoPay dan sebangsanya juga sudah sangat amat luas penggunanya. Karena praktis, ga perlu narik uang dulu dan ga perlu khawatir uang jatuh dari saku akhirnya, lambat laun hal ini menjadi gaya hidup. Bicara hidup, sebenernya kita juga punya rekening bank sejak kita lahir da.
Jadi dulu si
penulis ini sempat scrolling Twitter temen. Kejadiannya kurang lebih 1
tahun yang lalu, dimana Qeis baru aktifin-ini pun terpelatuk oleh temen yang
satu ini-Twitter lagi. Katanya ..
“Biar kamu
gak ketinggalan informasi.” (kurang lebih intinya itu)
Setelah install Twitter terus buka aplikasinya. Rasanya kaya udah lama ga naik sepedah terus tiba-tiba beli sepedah langsung dipake keliling komplek. Jadinya Qeis meraba-raba lagi apa itu timeline, retweet, apa itu .. “A Thread” daaan seiring waktu akhirnya terbiasa dengan Twitter. Karena temenku yang satu ini pengguna aktif Twitter, akhirnya Qeis penasaran dan mulai scrolling timeline dia. Dari twit gaje, ujaran kebencian, sampai tetiba Qeis nemuin satu artikel yang dia retweet. Sesuai judul di atas, tema artikelnya bahas soal Emotional Bank Account (EBA).
Dari judulnya Qeis langsung tertarik. Klik, baca… inspired 😊. Di hari Qeis baca artikel itu, secara ga langsung jadi masukan yang amat berarti dan jadi bahan renungan juga tentang bagaimana Qeis bersikap. Dulu karena ga ada niatan bikin blog dan belum ada pikiran untuk menebar kebajikan (anjay) jadinya ilmu itu Qeis simpan dan .. lupa. Ehe.
Tapi, karena lagi kepikiran ‘jajanan’ apa yang bisa dibagikan di blog ini akhirnya Qeis memutuskan untuk bahas ini di sini. Sebelumnya karena hanya bermodal bahan dan ingatan dari artikel temen akhirnya Qeis riset. Dari riset yang Qeis lakukan, ternyata EBA ini merupakan sub-judul dari salah satu buku best seller dari penulis ternama yaitu Stephen R. Covey. Bukunya yang menjadi sorotan dunia adalah buku yang berjudul The Seven Habit of Highly Effective People yang terbit di tahun 1989.
Qeis menyimpulkan bahwa EBA merupakan konsep di mana seperti halnya rekening bank, kita menabung (deposit) setiap hari atau setiap gajian, lalu ketika kita lagi butuh uangnya kita ambil (withdrawal) secukupnya untuk memenuhi/membantu keperluan kita. Dalam EBA, uang diganti dengan kepercayaan (trust).
Mungkin dari judulnya cukup kebayang bagaimana EBA bekerja, tapi yang jadi pembeda di sini adalah bagaimana kita menabung kepercayaan kepada seseorang. Anggaplah seluruh teman, keluarga dan rekan kerja kita merupakan sebuah bank dan kita adalah nasabah mereka. Kepikiran ga dititik manakah kita yakin bahwa deposit kita di seluruh ‘bank’ itu sama? Atau kalo posisinya dibalik, apa kita bisa ukur dari seluruh orang yang kenal dengan kita, berapa tabungan mereka yang ada dalam diri kita? Setelah Qeis googling di Quora, Kompasiana, Wikipedia, Youtube dan sumber lainnya. Qeis cukup percaya diri menyimpulkan bagaimana EBA ini bekerja dari sudut pandang penulis.
Menurut Covey, ada beberapa cara bagaimana kita meningkatkan “deposit” dan mengurangi “withdrawal” dalam tabungan kepercayaan kita dalam EBA :
Setelah install Twitter terus buka aplikasinya. Rasanya kaya udah lama ga naik sepedah terus tiba-tiba beli sepedah langsung dipake keliling komplek. Jadinya Qeis meraba-raba lagi apa itu timeline, retweet, apa itu .. “A Thread” daaan seiring waktu akhirnya terbiasa dengan Twitter. Karena temenku yang satu ini pengguna aktif Twitter, akhirnya Qeis penasaran dan mulai scrolling timeline dia. Dari twit gaje, ujaran kebencian, sampai tetiba Qeis nemuin satu artikel yang dia retweet. Sesuai judul di atas, tema artikelnya bahas soal Emotional Bank Account (EBA).
Dari judulnya Qeis langsung tertarik. Klik, baca… inspired 😊. Di hari Qeis baca artikel itu, secara ga langsung jadi masukan yang amat berarti dan jadi bahan renungan juga tentang bagaimana Qeis bersikap. Dulu karena ga ada niatan bikin blog dan belum ada pikiran untuk menebar kebajikan (anjay) jadinya ilmu itu Qeis simpan dan .. lupa. Ehe.
Tapi, karena lagi kepikiran ‘jajanan’ apa yang bisa dibagikan di blog ini akhirnya Qeis memutuskan untuk bahas ini di sini. Sebelumnya karena hanya bermodal bahan dan ingatan dari artikel temen akhirnya Qeis riset. Dari riset yang Qeis lakukan, ternyata EBA ini merupakan sub-judul dari salah satu buku best seller dari penulis ternama yaitu Stephen R. Covey. Bukunya yang menjadi sorotan dunia adalah buku yang berjudul The Seven Habit of Highly Effective People yang terbit di tahun 1989.
Qeis menyimpulkan bahwa EBA merupakan konsep di mana seperti halnya rekening bank, kita menabung (deposit) setiap hari atau setiap gajian, lalu ketika kita lagi butuh uangnya kita ambil (withdrawal) secukupnya untuk memenuhi/membantu keperluan kita. Dalam EBA, uang diganti dengan kepercayaan (trust).
Mungkin dari judulnya cukup kebayang bagaimana EBA bekerja, tapi yang jadi pembeda di sini adalah bagaimana kita menabung kepercayaan kepada seseorang. Anggaplah seluruh teman, keluarga dan rekan kerja kita merupakan sebuah bank dan kita adalah nasabah mereka. Kepikiran ga dititik manakah kita yakin bahwa deposit kita di seluruh ‘bank’ itu sama? Atau kalo posisinya dibalik, apa kita bisa ukur dari seluruh orang yang kenal dengan kita, berapa tabungan mereka yang ada dalam diri kita? Setelah Qeis googling di Quora, Kompasiana, Wikipedia, Youtube dan sumber lainnya. Qeis cukup percaya diri menyimpulkan bagaimana EBA ini bekerja dari sudut pandang penulis.
Menurut Covey, ada beberapa cara bagaimana kita meningkatkan “deposit” dan mengurangi “withdrawal” dalam tabungan kepercayaan kita dalam EBA :
1. Kindness, courtesy x Unkindness,
discourtesy
Siapa yang ga suka orang baik dan ramah? Siapa yang ga suka dibaikin dan
diramahin sama orang-orang sekitar kita? Semua orang suka hal itu, tapi beda
perkara ketika mood kita berubah atau situasi berubah. Atau nih, ketika kita
ketemu sama orang yang gak kita suka 😊 . Well, ramah dan melakukan kebaikan pada orang lain bener-bener
hal yang akan meningkatkan deposit kita. Tapi dengan syarat bahwa kebaikan yang
kita lakukan itu tetap tulus, bukan dibuat-buat biar kita dikenal ramah atau
biar ketika kita butuh bantuan, permintaan kita akan sulit ditolak. Disini yang
berat itu sahabat.
2. Make and keep promises x Don’t make
promises : make then break them
Kalo diinget-inget dari kecil sampai sekarang, Mamah ga pernah buat janji
untuk anak-anaknya. Hal ini juga pernah Mamah sampein ke Qeis yang akhirnya
Qeis juga jadi belajar untuk ga buat janji terutama untuk hal-hal yang beresiko
tinggi. Ajak nikah misal :’) seringnya bilang in sha Allah. Karena
menurut Qeis memang bahwa manusia ga bisa apa-apa tanpa kuasa-Nya, jadi ketika
ada yang minta bantuan atau kasih undangan gitu, atau hal paling kecil nya kaya
ada yang ajak main, yaa Qeis jawabnya pasti itu. Dengan diusahakan niatannya
memang akan memenuhi permintaan. Bukan biar nenangin mereka. Sedang belajar-dan
akan terus-untuk bilang ‘tidak’ juga nih hehe.
3. Clear expectation x Unclear
expectation
Hampir sama kaya poin di atas, cuma perihal ekspektasi ini kaitannya
dengan harapan. Pernah denger kata “Harapan berbanding lurus dengan
kekecewaan.”? Qeis amat sangat setuju dengan hal itu, sehingga ketika makin
dewasa makin mengurangi memberikan atau membuat ekspektasi. Hampir dalam
seluruh kesempatan, ketika Qeis ngerasa seseorang menaruh ekspektasi ke Qeis
misal perihal kerjaan atau bantuan. Selagi Qeis sadar, pasti Qeis jelasin bahwa
hasil yang akan kamu dapatkan gini lho. Kemampuan Qeis cuma segini lho. Intinya sih kita mesti detil ketika seseorang
menaruh harapan pada kita. Jangan dibuat sakit hanya karena misscom. Some
people unconsciously thought expectation is equal as promise.
4. Loyalty to the absent x Disloyalty
and duplicity (deceitfulness)
Ini sih hal yang paling susah untuk diberantas sepertinya HAHAHA. Karena
bagi Qeis pribadi pun, untuk tidak bicara keburukan orang lain adalah hal yang
susah untuk dibendung. Ada aja celahnya. Apalagi kalo lagi ngumpul sama orang
yang memiliki ketidaksukaan yang sama :’). But, actually.. we can try to
soften the things. Cobalah berbicara kekurangan atau keburukan orang dengan
bayangan bahwa orang itu ada di sebelah kita (ulala~). Atau ketika kita bicara
kekurangan orang lain, kita pun mencari kebaikan yang dia punya. Lalu juga
mencoba lebih objektif atas kekurangannya, bukan atas jati dirinya yang kurang
seperti penampilan atau fisiknya misal. Kritik dan saran itu hak setiap
manusia, tinggal gimana cara penyampaiannya kan? uWu
5. Apologize x Pride
Another major way to increasing your deposit, also to know
how mature you are. Meminta
maaf itu … hal yang menurut Qeis amat sangat perlu diperhatikan. Qeis sempet
baca buku tentang bagaimana cara meminta maaf yang baik dan benar. Di buku itu
dijelaskan bagaimana kesalahan terjadi, sampai bagaimana kita memulai meminta
maaf, bagaimana cara kita menyampaikan dan memberitahu rasa bersalah kita sampai
belajar apa itu esensi dari minta maaf. 1 hal yang nempel dari buku itu adalah,
bahwa..
Minta maaf itu bukan untuk dimaafin. Itu hanya hal yang seharusnya
dilakukan ketika melakukan kesalahan.
Intinya, ketika kita berbuat salah dan orang yang feel wronged itu
ga bisa maafin kita. Ya.. udah. Focus how to not do the same mistake and yes
apologize yourself too :D. Karena sudah tempatnya manusia bagi salah dan
lupa. Tugas kita ketika melakukan kesalahan yang menyangkut orang lain, ya
minta maaf dengan tulus dan siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Tapi,
dalam beberapa kasus ketika deposit kamu pada seseorang sudah banyak,
kesalahan-kesalahan minor atau bahkan besar sekalipun tidak akan mempengaruhi
rasa kepercayaan yang sudah dibangun secara signifikan. Contoh paling dekat,
tengok keluarga kita.
Setelah Qeis baca-baca soal ini, hal yang Qeis tangkap adalah bahwa ini merupakan teknis menjadi manusia yang berinteraksi dengan baik. Sebenernya, dalam ilmu agama Islam hal ini sudah dibahas dengan cara penyampaian yang berbeda. Apa yang Qeis temukan di sini benar-benar menjadi self reminder tapi, juga jadi hal yang Qeis perhatikan. Karena barang kali ketika Qeis melakukan kebaikan, Qeis malah ga tulus dan mikir untung rugi atau mikir timbal balik. Ilmu ini harus dipahami lalu dilupakan. Menjadi melekat dengan karakter dan watak kita, yang akhirnya kita hanya fokus pada 1 tujuan. Yaitu bagaimana menjadi orang baik.
Setelah Qeis baca-baca soal ini, hal yang Qeis tangkap adalah bahwa ini merupakan teknis menjadi manusia yang berinteraksi dengan baik. Sebenernya, dalam ilmu agama Islam hal ini sudah dibahas dengan cara penyampaian yang berbeda. Apa yang Qeis temukan di sini benar-benar menjadi self reminder tapi, juga jadi hal yang Qeis perhatikan. Karena barang kali ketika Qeis melakukan kebaikan, Qeis malah ga tulus dan mikir untung rugi atau mikir timbal balik. Ilmu ini harus dipahami lalu dilupakan. Menjadi melekat dengan karakter dan watak kita, yang akhirnya kita hanya fokus pada 1 tujuan. Yaitu bagaimana menjadi orang baik.
Seriously,
for me to be a kind person is not hard but, how long you being good and always do
for good things. That is another test fellas.
Komentar
Posting Komentar