Langsung ke konten utama

English Club



Di awal tahun 2020, Qeis tiba-tiba muncul keinginan untuk kuliah ke luar negeri. Aneh kenapa keinginan ini muncul sebenarnya. Berawal karena bantu manajer mengurusi persiapan keberangkatan direktur dan komisaris trip ke London. Satu waktu, ketika lagi bahas tentang kurs mata uang, Qeis baru tahu bahwa Poundsterling itu nilainya lebih tinggi jika dibanding Dollar Amerika. Dari situ langsung kepikiran gimana caranya bisa ke UK tapi ga cuma kerja, tapi kerja sambil kuliah. Anggapannya walau gaji kecil disana, tapi jika dirupiahkan akan cukup membantu kebutuhan di rumah orang tua. Kemudian ketika memikirkan persiapan apa yang krusial, bagi Qeis yang paling krusial saat ini yaitu, kemampuan berbahasa Inggris.

Yup! Adakah dari kalian yang tidak senang atau enggan berbahasa Inggris? Atau mungkin lagi belajar? Misal udah coba latihan sendiri dari nonton film barat tanpa subtittle atau denger lagu-lagu barat tapi, masih kaku ketika mencoba speak up?  Yah.. apapun persepsi dan posisi kalian saat ini terhadap pemahaman bahasa Inggris, bagi Qeis akan sangat disayangkan ketika kalian tidak bisa atau malah menolak belajar bahasa Inggris. Apa yang disayangkan? Tentunya kesempatan. Kesempatan hampir apapun. Karena bahasa ini skill yang paling penting dalam interaksi. Mengingat bahasa ini menjadi bahasa internasional dan juga tidak lepas bagaimana era digital ini memungkinkan kita berinteraksi dengan berbagai orang dari berbagai negara, termasuk kuliah di luar negeri.

Sejak SD kelas 5 Qeis mulai tertarik dengan bahasa Inggris. Tidak terlalu antusias sebenarnya, hanya ketika belajar bahasa Inggris rasa-rasanya gak susah bagi Qeis untuk mempelajari bentuk kata dan pengucapannya. Dibanding waktu SMA belajar bahasa Perancis dan Jerman, bahasa Inggris rasanya lebih mudah. Alhamdulillah, Qeis dibuat suka dan cukup menguasai bahasa ini walau masih dalam batas untuk mengobrol santai, belum untuk tingkatan yang lebih formal.

Kok bisa tau kapasitas terbatas pada obrolan santai?

Well, awalnya Qeis ga yakin malah bisa berbicara dengan baik. Karena jarang latihan dengan orang lain, juga jarang interaksi dengan native speaker jadinya cukup bingung dan penasaran sama keahlian yang dimiliki. Jadi kalo ditanya aktif atau pasif, Qeis cukup pede bilang bahwa Qeis berbahasa Inggris aktif, walaupun jika dalam skala 1 – 10 Qeis ada di angka 4 - 6 maksimal kayanya hehe. Dari sini pulalah, Qeis mulai ambil tindakan untuk meingkatkan juga menguji sudah sejauh mana kemampuan berbahasa Inggris. Disinilah awal Qeis mulai mencari komunitas atau mungkin nama umumnya English Club.

Memanfaatkan jam kosong di kantor, Qeis mulai riset mencari club yang aktif. Dari hasil riset ada 5 club yang berhasil Qeis dapatkan. Setelah Qeis cek Instagram, jadwal dan tempat kegiatannya cuma ada 1 club yang paling pas dengan jadwal Qeis, yaitu Abu Seno English Club. Terletak di klinik Seno Medika Klinik Khitan, nama Seno diambil dari nama pemilik kliniknya. Awal datang kesana untuk gathering mingguan mereka, Qeis cukup kaget bahwa yang memenuhi ruangan itu orang tua dengan status yang rata-rata sudah menikah bahkan ada yang sudah memiliki cucu. Bahkan menurut Qeis, mereka semua bicara dengan lancar layaknya Bahasa Inggris adalah bahasa ibu mereka.

Dipertemuan pertama, Qeis ingat pertama kalinya bicara depan umum dan langsung berdiskusi suatu topik selama kurang lebih 3 jam dalam bahasa Inggris. Alhamdulillah, ternyata baik dalam menyimak dan mengungkapkan gagasan, Qeis tidak terlalu kaku. Makin percaya bahwa Qeis masih bisa meningkatkan skill ini dan ada keinginan juga untuk mengajak temen-temen gabung, yang juga menjadi alasan kenapa cerita ini di sini xixixi. :D

Emang apa keuntungannya Qei gabung kaya gitu?

Kalo bicara keuntungan dalam suatu komunitas, Qeis selalu meyakini bahwa yang menjadi faktor penentu suatu keuntungan itu bergantung pada diri sendiri. Pernah ga kamu ikut suatu aktivitas tapi bukan karena kamu bener-bener mau? Tapi karena orang tua? Atau karena temen? Atau bahkan hanya untuk menegaskan status atau jati diri kamu? Ibarat kalo belum gabung ini kamu belum bisa sebut diri kamu A atau B. Karena kalo dalam kasus Qeis, Qeis mencoba mengusahakan dalam setiap keputusan untuk melakukan sesuatu itu harus ada alasan yang baik dan jelas. Terlepas dari aktivitas hiburan seperti marathon drama atau rebahan pastinya.

Karena dari alasan itu lah jadi sumber energi kalian selama berkegiatan di komunitas. Untuk Qeis saat ini, ketika alasannya untuk meningkatkan kefasihan berbicara bahasa Inggris maka Qeis harus aktif berbicara juga mendengarkan dalam diskusi, tidak hanya menjadi partisipan. Belum lagi keuntungan yang paling umum dalam perkumpulan, yaitu bertemunya kita dengan berbagai orang baru. Belajar berbagai cerita juga cara mereka belajar bahasa. Tapi keuntungan yang paling terasa itu, waktu Qeis diminta siaran.

Saat itu baru tahu bahwa salah satu pengajar di club kami yaitu Pak Misan, sering mengisi siaran disalah satu radio yang sudah sangat tua di Bandung. Bahkan gedungnya terlihat cukup mencekam pada malam hari. Tapi cukup mengejutkan ketika masuk. Saat naik ke lantai 2 tempat dimana studio berada, disana sangat bersih. Walaupun semua interior dan lantainya tua, namun dari bagaimana cara mereka mengurus bangunan radio itu, sungguh buat Qeis tertegun. Yang bikin tertegun karena penyiarnya banyak perempuan.

Ga pernah kepikiran untuk mengisi siaran di Radio. Walaupun jadul, tapi Qeis sangat bersyukur karena Qeis yakin ga semua orang bisa siaran dengan bahasa Inggris full! Walaupun jujur sih, kaku sekali ketika mic ada di depan muka. Rasanya susah untuk bicara karena kekhawatiran pendengar merasa risih ketika Qeis berbicara asal-asalan atau terdengar terburu-buru. Hal ini juga jadi pelajaran bahwa memang banyak yang harus Qeis pelajari dalam segi speaking.

Di zaman sekarang sudah banyak berbagai metode pembelajaran baik untuk belajar mandiri atau belajar secara konvensional. Mungkin kalian pernah dengar Kampung Pare? Atau LIA Private? Atau Wall Street English, pernah denger ga? Kalian bisa pilih metode atau lembaga apa yang menurut kalian cocok untuk kondisi dan status kalian saat ini. Intinya apapun yang kalian pilih, tanggung jawablah atas pilihan itu dan syukuri. Juga jangan lupa alasan kalian belajar bahasa Inggris. Jangan sampai juga, ketika sudah bisa malah menjadi merasa ‘lebih’ dari yang tidak bisa.

Pakailah bahasa sesuai kebutuhannya. Jika lawan bicaramu paham dan sudah biasa maka gunakanlah hitung-hitung sebagai latihan. Tapi kalo tidak, jangan buat mereka risih untuk membalas karena mereka tidak mengerti. Karena kembali lagi kepada kunci komunikasi, bukan dari seberapa bagus aksen atau tata bahasamu. Asal dua orang atau lebih memahami satu sama lain, maka itulah komunikasi. Akhir kata, buat yang udah bisa terus tingkatkan juga manfaatkan. Buat yang belum, ayok coba belajar! kamu bukan ga suka.

Tapi belum nemu asiknya aja.  :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emotional Bank Account (EBA)

Dizaman serba cepat, kayanya hampir gak mungkin kalo ada orang diatas usia 20 tahun yang belum punya rekening bank atau dompet digital. Kehadiran OVO, Dompet DANA, GoPay dan sebangsanya juga sudah sangat amat luas penggunanya. Karena praktis, ga perlu narik uang dulu dan ga perlu khawatir uang jatuh dari saku akhirnya, lambat laun hal ini menjadi gaya hidup. Bicara hidup, sebenernya kita juga punya rekening bank sejak kita lahir da. Jadi dulu si penulis ini sempat scrolling Twitter temen. Kejadiannya kurang lebih 1 tahun yang lalu, dimana Qeis baru aktifin-ini pun terpelatuk oleh temen yang satu ini-Twitter lagi. Katanya .. “Biar kamu gak ketinggalan informasi.” (kurang lebih intinya itu) Setelah install Twitter terus buka aplikasinya. Rasanya kaya udah lama ga naik sepedah terus tiba-tiba beli sepedah langsung dipake keliling komplek. Jadinya Qeis meraba-raba lagi apa itu timeline, retweet , apa itu .. “ A Thread ” daaan seiring waktu akhirnya terbiasa dengan Twitter...

Fear of Missing Out (FoMO)

Waktu SMP, istirahat dan pulang sekolah selalu jadi waktu yang paling ditungguin. Ditungguin karena bisa jajan, bisa ngerjain PR ( deadliners ), atau ngobrol ngalur ngidul ga jelas. Waktu itu inget pernah merasa asing ketika temen-temen lagi bahas soal sepak bola. Jujur .. Qeis memang ga terlalu suka topik itu. Biasa aja. Waktu SD pernah ikut klub bola lapang besar, terus tiap istirahat juga mainnya seringnya bola. But somehow, every day feel the same . Ga pernah kepikiran untuk aktif banget dan ngepoin berita terbaru soal bola atau sampai begadang nonton piala dunia. Entah mungkin Ayah juga ga terlalu seneng bola, terus kaka cewe semua jadinya yaa .. saya lebih senang nonton Running Man dibanding bola 😊 Ketika masuk SMP jangkauan pertemanan lebih luas, obrolan juga mulai berkelas (anjay) daaaann topik bola itu sudah seperti topik khusus laki-laki. Ibaratnya topik make up udah otomatis topik khusus perempuan, ketika lagi ada liga inggris atau piala dunia.. tiap ketemu tuh pasti...