Langsung ke konten utama

Fear of Missing Out (FoMO)


Waktu SMP, istirahat dan pulang sekolah selalu jadi waktu yang paling ditungguin. Ditungguin karena bisa jajan, bisa ngerjain PR (deadliners), atau ngobrol ngalur ngidul ga jelas. Waktu itu inget pernah merasa asing ketika temen-temen lagi bahas soal sepak bola. Jujur .. Qeis memang ga terlalu suka topik itu. Biasa aja. Waktu SD pernah ikut klub bola lapang besar, terus tiap istirahat juga mainnya seringnya bola. But somehow, every day feel the same. Ga pernah kepikiran untuk aktif banget dan ngepoin berita terbaru soal bola atau sampai begadang nonton piala dunia. Entah mungkin Ayah juga ga terlalu seneng bola, terus kaka cewe semua jadinya yaa .. saya lebih senang nonton Running Man dibanding bola 😊

Ketika masuk SMP jangkauan pertemanan lebih luas, obrolan juga mulai berkelas (anjay) daaaann topik bola itu sudah seperti topik khusus laki-laki. Ibaratnya topik make up udah otomatis topik khusus perempuan, ketika lagi ada liga inggris atau piala dunia.. tiap ketemu tuh pasti ada aja selentingan bahas bola. Dan Qeis berakhir dengan duduk nikmat sambil nyimak. Sampai satu hari, Qeis coba melakukan eksperimen yang ga sengaja menjadi click moment untuk cerita ini. Ini terjadi ketika pagi-pagi Qeis sempetin nonton review Liga Itali untuk pertandingan Intermilan FC lawan siapa gatau lupa.

Jadi dulu-atau mungkin sekarang masih ada-salah satu saluran teve yakni Trans 7 ada program olahraga yang tayangnya jam 6 atau jam 7 kalo ga salah. Kebetulan waktu itu belum berangkat dan kebetulan pas nonton, programnya lagi review salah satu klub yang Qeis selalu pake kalo main FIFA di PS. Karena review, jadi yang diliat dan di bahas cuma highlight nya, kaya pas ngegolin atau pas ada pelanggaran atau momen-momen hampir masuk dan sebangsanya. Cuma 1 segmen qeis nonton, langsung berangkat ke sekolah. Dalam perjalanan udah ngebayangin gimana nanti cerita ke temen soal pertandingan dan bayangin gimana reaksi temen-temen. Somehow this thing excites me.

Sampai sekolah .. lupa kronologisnya pokoknya Qeis nunggu temen-temen bahas bola. Sampai saat yang tepat barulah Qeis masuk langsung cerita ke salah satu temen yang penggemar bola dan masih inget banget ekspresinya yang semangat liat Qeis ternyata update pertandingan juga. Karena saat itu dia ga nonton pertandingannya (kalo ga salah). Intinya momen itu bener-bener bikin Qeis ngerasa bahwa Qeis tidak tertinggal oleh peradaban hahaha.

Well.. it feels so great yet I feel so wrong, then I know that was FoMO

Fear of Missing Out! Pas baca istilah ini di internet-lupa di artikel mana pas nemu istilah ini-dan ketika lagi mengkorelasikan fenomena ini dengan hal-hal disekitar Qeis, tetiba ingatan waktu SMP ini muncul! Dan langsung ngerasa …

Wah … Qeis sudah takut tertinggal informasi atau bahasan yang Qeis rasa akan membuat Qeis tertinggal dari temen-temen lainnya. Menjadi tidak bisa ikut nimbrung. Menjadi bingung kalo mau bahas yang lain. Insecure. Di usia itu Qeis baru sadar Qeis sudah ketakutan akan tertinggal dan ditinggal. Karena mau bahas FoMO di blog, Qeis akhirnya riset lebih jauh soal ini. Sampai nyari-nyari jurnal penelitian luar negeri biar tau sejarah istilah ini muncul dan bagaimana tentang kemunculannya.


FoMO, yang merupakan singkatan dari fear of missing out, adalah sebuah sindrom kecemasan sosial. Seseorang yang mengidap FoMO biasanya ingin terus terhubung dengan hal-hal yang dilakukan orang lain. Pengertian ini dikutip dari situs Marketeers.com dan dikatakan oleh Andrew K. Przybylski dalam Computers in Human Behavior. FoMO dianggap sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan internet. Itulah kenapa FoMO juga kerap dikaitkan dengan social media.

-kumparan.com


Intinya ketika kita takut, khawatir dan cemas saat orang-orang disekitar kita udah tau berita terbaru soal hal kekinian dan kita belum-apalagi beritanya yang gak terlalu penting, soal konser terbaru misal, soal anak artis udah bisa jalan misal-agaknya kita sudah menjadi korban.

Hal ini jadi bahan pikiran Qeis untuk beberapa hari. Setiap nemu fenomena atau peristiwa yang tersebar di media sosial, suka tiba-tiba inget FoMO. Pas ada efek zoom di story Instagram lah, pas rame es kepal milo lah atau yang agak serius ketika salah satu pahlawan Indonesia yang dikenal dengan nama BJ Habibie itu meninggal, semua orang update untuk mengutarakan duka citanya. But somehow, I just curious .. how many people feeling sad and praying for his good not just by posting, but by doing it. Kirim do’a ketika ibadah misal dibanding selfie di makam? Bahkan tirto.id pun bahas soal ulah warganet yang kaya gini. What a coincidence.

Atau hal paling kecilnya yang Qeis alamin. Ketika wanita yang Qeis suka (kecengan) sedikit sepet Qeis karena ga update berita di twitter dan agak menjudge bahwa Qeis pribadi yang wawasannya kurang luas. Akhirnya Qeis install Twitter dan sempat beberapa kali mencoba bikin twit yang sebenernya ga niat-niat amat but .. I’m afraid people forget about me. And yes I feel like I can get ‘connected’ with her.

Masih banyak lagi sebenarnya, cuma kadang mau cerita berat juga. Karena pribadi ini juga masih ngurangin ketakutan seperti ini. Apalagi dari orang yang terkasih 😊 hahaha. Lalu kepikiran bagaimana harus menyikapinya. Apa ada hal baik yang bisa diambil? Pasti ada ko! Bagi Qeis .. istilah ini jadi filter ketika Qeis liat cerita terbaru temen atau berita terbaru disekitar Qeis. Qeis bisa lebih bijak pilah berita atau informasi yang memang cukup relevan. Bukan untuk merasa agar ‘terhubung’ dengan yang lain. Cukup untuk diri sendiri aja dulu, kalo misal topiknya bisa jadi bahan obrolan berkualitas dengan orang yang tepat. Why not? It will spice up your convo! As long as you be honest with yourself, you will be fine.

Atau bisa jadi self-reminder ketika mau update. Bahwa ketika kamu gak update apa yang sedang menjadi topik yang ramai di media sosial kamu gak perlu takut bahwa kamu akan tertinggal. Karena memang teknologi juga yang membuat pertukaran informasi jadi cepat dan masif sampai bingung mana yang relevan mana yang engga. Akhirnya liat apa yang rame di media sosal juga ujungnya haha.

Menurut Qeis kuncinya ada pada prinsip kita. Bagaimana kita memilih informasi yang relevan juga bagimana kita mempertanggungjawabkan informasi yang kita punya. Selagi kita memang gak berhenti belajar, nambah wawasan, nambah skill dan sebangsanya kita gak perlu takut. Toh ngelatih kita juga buat gak malu untuk nanya ke teman kita soal bahasan yang sedang dibahas.. jadi bahan untuk kita bisa bersosial secara tatap muka bukan? Jadi mengasah kita juga etika berbicara sama orang lain.

Ya intinya, mulailah jujur pada diri sendiri dan bijak dalam menggunakan media sosial. Kalo gak ada pegangan atau prinsip? trust me, folks .. the temptation will get in you from the back door.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emotional Bank Account (EBA)

Dizaman serba cepat, kayanya hampir gak mungkin kalo ada orang diatas usia 20 tahun yang belum punya rekening bank atau dompet digital. Kehadiran OVO, Dompet DANA, GoPay dan sebangsanya juga sudah sangat amat luas penggunanya. Karena praktis, ga perlu narik uang dulu dan ga perlu khawatir uang jatuh dari saku akhirnya, lambat laun hal ini menjadi gaya hidup. Bicara hidup, sebenernya kita juga punya rekening bank sejak kita lahir da. Jadi dulu si penulis ini sempat scrolling Twitter temen. Kejadiannya kurang lebih 1 tahun yang lalu, dimana Qeis baru aktifin-ini pun terpelatuk oleh temen yang satu ini-Twitter lagi. Katanya .. “Biar kamu gak ketinggalan informasi.” (kurang lebih intinya itu) Setelah install Twitter terus buka aplikasinya. Rasanya kaya udah lama ga naik sepedah terus tiba-tiba beli sepedah langsung dipake keliling komplek. Jadinya Qeis meraba-raba lagi apa itu timeline, retweet , apa itu .. “ A Thread ” daaan seiring waktu akhirnya terbiasa dengan Twitter...

English Club

Di awal tahun 2020, Qeis tiba-tiba muncul keinginan untuk kuliah ke luar negeri. Aneh kenapa keinginan ini muncul sebenarnya. Berawal karena bantu manajer mengurusi persiapan keberangkatan direktur dan komisaris trip ke London. Satu waktu, ketika lagi bahas tentang kurs mata uang, Qeis baru tahu bahwa Poundsterling itu nilainya lebih tinggi jika dibanding Dollar Amerika. Dari situ langsung kepikiran gimana caranya bisa ke UK tapi ga cuma kerja, tapi kerja sambil kuliah. Anggapannya walau gaji kecil disana, tapi jika dirupiahkan akan cukup membantu kebutuhan di rumah orang tua. Kemudian ketika memikirkan persiapan apa yang krusial, bagi Qeis yang paling krusial saat ini yaitu, kemampuan berbahasa Inggris. Yup! Adakah dari kalian yang tidak senang atau enggan berbahasa Inggris? Atau mungkin lagi belajar? Misal udah coba latihan sendiri dari nonton film barat tanpa subtittle atau denger lagu-lagu barat tapi, masih kaku ketika mencoba speak up?   Yah.. apapun persepsi dan posi...