Langsung ke konten utama

Comfort Zone


Di tahun 2013 Qeis ikut terlibat dalam perayaan ulang tahun negara tercinta. Keterlibatan Qeis disini cukup memorable bre. Alhamdulillah Qeis jadi Paskibraka Kota Cimahi angkatan 2013 dengan posisi Danpok (Komandan Kelompok) 8 untuk penurunan. Jadi dalam acara pengibaran bendera itu setiap kota dan kabupaten biasanya ada 2 prosesi, pengibaran dan penurunan. Qeis kebagian yang penurunannya dan itu benar-benar menguji mental. Soalnya, 1 – 2 jam sebelum penurunan itu hujan deras. 😊

“Lah kan hujannya sebelum penurunan bukan pas penurunan nya Qei?”
“Ya tapi lapangan sama benderanya kan tetep aja jadi basah bre :’)”


Bendera basah itu beratnya bisa sampai 2x lipat, ukuran benderanya bukan bendera sekolahan yak. Tanah jadi becek sampai beberapa wilayah tanahnya ketutupan air, bahkan bisa sampai setinggi mata kaki. Kebayang kah kalian? yang memperhatikan atau tidak yah, ketika melakukan ‘Langkah Tegap’ terus ada air sampai semata kaki ditambah tanahnya dah jadi lumpur. And we have to pass through the obstacle elegantly coz we trained so hard for that? YES! But big NO NO for this one.

Pada akhirnya ga ada hal yang mengecewakan yang terjadi. Semuanya nangis tumpah ruah bah bak bendungan (lebe tapi mantappu rimanya), baik itu dari pelatih sampai kita-kita yang ga paham lagi bisa menunaikan tugas mulia dengan kondisi yang ga pernah kita duga bakal kejadian sama kita. Dari kejadian itu, Qeis bener-bener ditempa. Dari situ, Seluruh pasukan bener-bener keluar dari zona nyaman.

Zona Nyaman atau Comfort Zone sudah dibahas dimana-mana. Biasanya kita nih kaum millennial yang lahir dan berkembang di zaman serba hayai! suka bahas ini kalo kita-kita ngerasa hidup flat, stagnant, passenger-state atau lagi gibahin orang yang kita anggap wah. Qeis pun demikian, akhir-akhir ini lagi merasakan kebiasaan yang yaa..kalo dibanding temen-temen yang lain padahal biasa liat juga di storynya gitu-gitu aja, cuma entah anxiety kumat jadinya lari ke blog. As always, Qeis melakukan riset lebih walaupun udah tau arti istilah ini.

Tau tidak sama dengan paham. Apalagi yaqin.

Nonton beberapa speaker di Tedx juga yang insightful sekali. Dari sini Qeis cukup bisa menyimpulkan. Sebenarnya Comfort Zone itu ga berbahaya. Tapi kelamaan di comfort zone nya itu dan ketidaksiapan melangkah keluar dari zona ini yang harus jadi perhatian. Bukan soal bikin doi nyaman aja yak. Ini contoh diagramnya.
source by Wikipedia

  
Hasil gambar untuk diagram comfort zone

Comfort Zone

Dimana semuanya dalam kendali kamu. Tidak ada tanggung jawab yang berlebihan (bahkan hampir ga ada) tidak ada tuntutan, tidak ada perubahan. Just like.. rebahan. Serius! Rebahan contoh paling kongkrit kalo bahas ini. Kita bisa atur berapa gerakan yang akan dibuat selama rebahan, kita bisa atur berapa story temen yang kita lihat satu-satu, termasuk story kamu yang tetiba bikin QnA karena kamu ingin produktif tanpa merubah posisi rebahan. 😊

gmw tau desc. yah

Dalam lingkungan kerja, comfort zone terjadi ketika kamu sudah menekuni bidang dan prosedur pekerjaanmu dalam jangka waktu yang cukup lama, 2-3 tahun misal. Ketika kamu sudah hampir tidak berpikir untuk menyelesaikan pekerjaanmu, di titik itu kreatifitas kita berhenti. Disitu pula kita mulai menata zona nyaman. Dari posisi kursi, settingan komputer, menu makan siang dll. Sampai sini baru muncul resiko yang disebut diatas. What will happen when something bad hit us? Tetiba ada tamu di jam makan siang kita. Tetiba komputer kantor ganti sistem yang akhirnya kamu harus belajar lagi dari nol. Hal-hal seperti ini, akan jadi masalah ketika kamu menolak menyesuaikan a.k.a...

kamu ga mau keluar dari zona nyaman.

Optimal Performance Zone

Nah disini zona yang akan meningkatkan kualitas kita dalam hal apapun yang kalian mau. Kenapa harus ada kata mau? Karena kemauan itu modal awalnya bre. Kamu keluar dari zona nyaman tapi gak ada ke-mau-an untuk adaptasi ya ujungnya ga akan bikin kamu berkembang. Malah sebaliknya. Di zone ini agak-agak tricky menurut Qeis. Kita harus peka betul di titik mana kita bisa menerima tekanan yang memang bantu kita. Bukan titik yang bikin kitaa malah hancur. Kalo Qeis merasa optimal zone ketika ada kerjaan kantor yang khusus atau Qeis terlibat dalam urusan diluar kantor. Ikut komunitas, ikut seminar, workshop, usaha dll. Bahkan ngajar anak les sudah cukup buat Qeis keluar dari zona nyaman, apalagi beban pekerjaan Qeis itu sangat mempengaruhi si anak. Baik-buruknya figure guru secara ga langsung Qeis juga ikut berperan. Maka dari itu kerjaan sampingan ini ga bisa diremehin. Ada amanah di dalamnya, karena mendidik bukan cuma input.

Dangerous Zone

Di zona ini dimana kamu bener-bener babak belur atas kondisi kamu. Di titik ini produktivitas kamu terhambat. Even kamu bisa menyelesaikan tugas .. itu ga akan jadi feedback yang baik. Malah jadi trauma yang akhirnya kamu bener-bener kapok dengan situasi seperti itu. Qeis pernah alamin ini pas SMA kelas 2 kalo ga salah. Masa SMA masa keemasan dan masa produktivitas tertinggi yang Qeis punya. Lebih sibuk dibanding kerjaan sekarang malah. 

Qeis ada di titik jadi Yes man. Puncaknya ketika Qeis ikut dalam pendirian Himpunan OSIS se Kota Cimahi yang di-trigger sama Event Organizer dari salah satu tempat wisata indor di Bandung, sekitaran Jln. Gatot Subroto. Singkat cerita Qeis dan teman-teman pengurus OSIS di Kota Cimahi terlibat dari perumusan, perancangan, audiensi ke pemerintah, sampai sebar surat ke sekolah-sekolah di Cimahi. Tujuan kita menjadi himpunan yang mewadahi pengurus OSIS di kota dan membuat debut dengan membuat acara yang menarik bersama. Acara yang digaungkan event edukasi interaktif yang habisin waktu sekitar 6 bulan lebih. Jujur .. walaupun ketika SMA berpikir bahwa hal seperti ini akan meningkatkan kualitas Qeis dalam berorganisasi, nyatanya Qeis malah trauma sama nada dering telfon sendiri. 

Nada dering telfon ini menjadi sugesti akan masalah yang muncul setiap Qeis angkat telfon. Dan memang selama kegiatan berjalan pula Qeis bener-bener babak belur. Shalat banyak tertinggal, nilai turun, jadi sensitif sama nasehat keluarga, ga bisa fokus, makan jadi berantakan. Sampai beres acarapun Qeis langsung mundur dari jabatan dan menutup diri dari seluruh orang yang terlibat kegiatan ini. Pertama kalinya ingin enyah. Intinya di zona ini kamu susah bahagia, susah bersyukur, merasa pekerjaanmu sia-sia dan segala pikiran negatif muncul bikin kamu ga semangat menjalani hidup. Hehehe …

Kesimpulannya? Coba lakukan hal-hal baru yang well-risk dan bermanfaat menurutmu. Qeis ambil job tambahan terus jadi bikin blog, lalu ikut beberapa kegiatan workshop, seminar, kajian, semata-mata bukan buat nambah story, tapi biar ga terlalu sering ada di zona nyaman. Kualitas juga ikut naik baik softskill maupun hardskill. One thing for sure, ilmu mah ga berat bawanya dan ga rugi juga. Jadi carilah banyak-banyak semampu dan semau kamu. 

Peka sama situasi dan kondisi kamu. Jangan sampai kalian terlibat dalam situasi yang sangat-sangat merugikan hanya karena kalian enggan untuk merubah situasi. Ga enak bilang engga misal, atau tetiba kalian punya masalah lain yang lebih besar akhirnya ga bisa lanjutin kerjaan kalian. Hal-hal ini harus dilatih dengan cara apa? ya itu .. terbiasa berada di Optimal Performance Zone, jadi tau batasan. 

Prioritaskan dirimu selalu lebih dulu. 

ctt : Konyolnya nih, mau post ini aja nunggu lama padahal kerangkanya dah beres di awal minggu. Dasar aku.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emotional Bank Account (EBA)

Dizaman serba cepat, kayanya hampir gak mungkin kalo ada orang diatas usia 20 tahun yang belum punya rekening bank atau dompet digital. Kehadiran OVO, Dompet DANA, GoPay dan sebangsanya juga sudah sangat amat luas penggunanya. Karena praktis, ga perlu narik uang dulu dan ga perlu khawatir uang jatuh dari saku akhirnya, lambat laun hal ini menjadi gaya hidup. Bicara hidup, sebenernya kita juga punya rekening bank sejak kita lahir da. Jadi dulu si penulis ini sempat scrolling Twitter temen. Kejadiannya kurang lebih 1 tahun yang lalu, dimana Qeis baru aktifin-ini pun terpelatuk oleh temen yang satu ini-Twitter lagi. Katanya .. “Biar kamu gak ketinggalan informasi.” (kurang lebih intinya itu) Setelah install Twitter terus buka aplikasinya. Rasanya kaya udah lama ga naik sepedah terus tiba-tiba beli sepedah langsung dipake keliling komplek. Jadinya Qeis meraba-raba lagi apa itu timeline, retweet , apa itu .. “ A Thread ” daaan seiring waktu akhirnya terbiasa dengan Twitter...

Fear of Missing Out (FoMO)

Waktu SMP, istirahat dan pulang sekolah selalu jadi waktu yang paling ditungguin. Ditungguin karena bisa jajan, bisa ngerjain PR ( deadliners ), atau ngobrol ngalur ngidul ga jelas. Waktu itu inget pernah merasa asing ketika temen-temen lagi bahas soal sepak bola. Jujur .. Qeis memang ga terlalu suka topik itu. Biasa aja. Waktu SD pernah ikut klub bola lapang besar, terus tiap istirahat juga mainnya seringnya bola. But somehow, every day feel the same . Ga pernah kepikiran untuk aktif banget dan ngepoin berita terbaru soal bola atau sampai begadang nonton piala dunia. Entah mungkin Ayah juga ga terlalu seneng bola, terus kaka cewe semua jadinya yaa .. saya lebih senang nonton Running Man dibanding bola 😊 Ketika masuk SMP jangkauan pertemanan lebih luas, obrolan juga mulai berkelas (anjay) daaaann topik bola itu sudah seperti topik khusus laki-laki. Ibaratnya topik make up udah otomatis topik khusus perempuan, ketika lagi ada liga inggris atau piala dunia.. tiap ketemu tuh pasti...

English Club

Di awal tahun 2020, Qeis tiba-tiba muncul keinginan untuk kuliah ke luar negeri. Aneh kenapa keinginan ini muncul sebenarnya. Berawal karena bantu manajer mengurusi persiapan keberangkatan direktur dan komisaris trip ke London. Satu waktu, ketika lagi bahas tentang kurs mata uang, Qeis baru tahu bahwa Poundsterling itu nilainya lebih tinggi jika dibanding Dollar Amerika. Dari situ langsung kepikiran gimana caranya bisa ke UK tapi ga cuma kerja, tapi kerja sambil kuliah. Anggapannya walau gaji kecil disana, tapi jika dirupiahkan akan cukup membantu kebutuhan di rumah orang tua. Kemudian ketika memikirkan persiapan apa yang krusial, bagi Qeis yang paling krusial saat ini yaitu, kemampuan berbahasa Inggris. Yup! Adakah dari kalian yang tidak senang atau enggan berbahasa Inggris? Atau mungkin lagi belajar? Misal udah coba latihan sendiri dari nonton film barat tanpa subtittle atau denger lagu-lagu barat tapi, masih kaku ketika mencoba speak up?   Yah.. apapun persepsi dan posi...