Ada yang mau kaya raya?
Pertanyaan itu kalo ditanyakan ke seluruh umat manusia
kayanya semua bakal bilang “MAAAAU ATUHHH!”. Karena kalo dipikir-pikir, siapa
yang mau hidup susah? Serba kekurangan? Pasti ga akan ada yang mau. Tapi.. Qeis
percaya, ada sebagian orang yang mungkin ga mau kaya, tapi maunya pas-pasan.
Pas butuh.. ada (sesuai pesan Aa Gym tercinta).
Karena, akhir-akhir ini Qeis secara tidak sadar sedang
memperhatikan bagaimana perilaku orang yang berkecukupan lebih. Qeis
memperhatikan pola pikir dari orang yang bekerja bersama Qeis untuk kurang
lebih 2 bulan. Memang terlalu cepat untuk dibuat kesimpulan, maka dari itu, tulisan
ini murni opini Qeis. Sesuai dengan niatan awal yang Qeis tulis di judul blog,
bahwa Qeis cuma mau membagikan “jajanan” yang Qeis temui. Kebetulan jajanannya
“enak” , jadi rasanya perlu untuk dibagikan.
Sebelumnya, Qeis pernah bahas soal kerjaan sampingan
Qeis di kantor yang jadi penulis naskah untuk youtube channelnya owner
di kantor. Nah … ceritanya jelas berlanjut dari hari itu. Jadi yang akan Qeis
bagikan merupakan poin-poin pemahaman Qeis dalam meneliti kehidupan orang
berkecukupan lebih.
Hal-hal yang Qeis pelajari :
1. Disiplin
Perihal Disiplin, yang dimaksud
adalah bukan hanya bagaimana mereka mempertahan-kan fokus pekerjaan mereka.
Namun juga bagaimana mereka mengelola sumber daya dan diri pribadi mereka.
Bagaimana mereka disiplin untuk selalu olahraga setiap hari, disiplin terhadap
menu makanan yang di konsumsi termasuk jam masuk makanannya, disiplin beribadah,
disiplin menjaga penampilan, disiplin mengontrol pekerjaan bawahan yang
berurusan langsung dengan dirinya dan lainnya.
Namun, Qeis heran bagaimana mereka mempertahankan kedisiplinan itu. Karena hal-hal
soal olahraga, menu makanan, jam makan, dan pakaiannya… itu dipersiapkan hampir
seluruhnya oleh bawahan, pegawai dan PRT (Pembantu Rumah Tangga). Qeis kadang
berpikir, apakah dengan begitu menjaga kita untuk bersikap disiplin? Atau
menjaga kita untuk selalu merasa tenang karena semua sudah disiapin?
2. Kepekaan
Kepekaan yang dimaksud merupakan
kepekaan atas manusia. Qeis memperhatikan bahwa kepekaan mereka dalam
menuntaskan pekerjaan yang jadi fokus mereka itu cukup tinggi. Sebagai pemilik
tentu harus memiliki kepekaan atas hal-hal yang terjadi di luar perusahaan atau
di dalam. Namun ketika soal manusia, rasanya kepekaannya menjadi tumpul.
Pegawai dan PRT hampir tidak terlihat berbeda. Yang menjadi pembeda hanya soal
pakaian, yang dimana karyawan manajer akunting bisa membeli kopi untuk
atasannya. Jelas itu diluar tupoksi. Tapi.. kenapa hal itu bisa terjadi?
Kepekaan ini menjadi tumpul apakah karena rendahnya interaksi personal dengan
manusia? Atau karena terbiasa difasilitasi aset kantor yang kebetulan manusia?
Tapi bukannya rekan binis dan teman
komunitas beliau juga manusia? Tapi kenapa yah Qeis ga melihat itu di tempat
Qeis bekerja?
3. Mental
Qeis selalu kagum dengan mental
pengusaha. Mendengar kata “pengusaha” itu seperti mendengar kata “pejuang”.
Mereka yang menjadi pengusaha jujur di masa dimana melakukan berbagai hal bisa
menjadi uang, Qeis kira orang-orang yang mempertahankan prinsip kejujuran,
transparansi, keadilan dan kebenaran merupakan pejuang akhir zaman. Namun, Qeis
heran melihat mental dari orang yang asetnya milyaran.
Karena ketika mengetahui turunnya
kinerja perusahaan, turunnya penjualan.. mental mereka tidak terlihat turun.
Tapi sayangnya, mereka seperti mengabaikan. Seperti enggan menerima kenyataan.
Ko bisa yah?
Apakah kuatnya mental orang kaya itu
hanya berlaku ketika berusaha kaya?
Atau tetap kuat ketika mereka harus siap menghadapi kenyataan akan hilangnya
harta?
3 hal diatas merupakan hal yang Qeis
temui di kantor. Qeis sadar, tulisan ini mungkin menjadi tulisan sinis-kritis
pertama yang Qeis bikin. Namun, pesan moral ini menurut Qeis penting untuk di
bagikan. Apa pesannya?
Bahwa harta itu membutakan mata.
Bagi siapa saja yang tidak kuat menjaga.
Baik hati, baik akal.
Baik-baiklah segera.
Hal yang Qeis sebut dan bahas di atas
bukanlah hal baru, bukan juga hal yang menjadi kejahatan kelas satu. Hal itu
hanya merupakan hal umum dan lumrah yang bisa kita temui dimanapun dan
kapanpun.
Kesimpulannya, Qeis tidak menganggap
mereka orang jahat. Mereka hanya buta. Sayangnya, kebutaan mereka tidak seperti
kebutaan pada umumnya. Yang akhirnya tidak hanya mengundang rasa iba, tapi juga
rasa kesal di dada.
Maka Qeis bersyukur dengan hal-hal
yang Qeis miliki. Qeis beryukur dengan prinsip-prinsip yang Qeis tanamkan dalam
diri. Qeis bersyukur dikelilingi sahabat dan anggota keluarga yang sering
menjadi teman diskusi juga intropeksi.
Sahabat, Qeis sadar kita semua ingin kaya, tapi jauh sebelum itu Qeis ingin
berpesan bahwa untuk siap menerima kekayaan, hati dan pikiran kita harus kaya
lebih dahulu. Karena harta menjadi ujian, maka agar lulus harus banyak
melakukan persiapan. Salah satunya?
Bersyukur.
Sekian untuk tulisan ini, ga mau
panjang karena nuansanya tidak menyenangkan.
Qeis tidak mengganggap semua orang kaya akan begitu, namun Qeis harap jangan
ada banyak orang kaya yang begitu.
Selamat hidup pas-pasan. Selamat
berjuang.
Komentar
Posting Komentar